Tea Tree Oil - Alternatif Herbal Luar Biasa Buat Kelainan Kulit !!!

EFEKTIVITAS TEA TREE OIL (Melauleca alternifolia) DALAM PROSES PENYEMBUHAN DAN PREVENTIFASI AKTIVITAS JAMUR Malassezia PENYEBAB INFEKSI DERMAL DERMATITIS SEBOROIK PADA MANUSIA

Moh Gifari Hi Sahada (1), Syahril Biu (2), Sri Melgiyani Safi’i (3)


Mahasiswa Program Studi S1 Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kampus 4 Universitas Negeri Gorontalo, Iloheluma, Kab. Bone Bolango, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Indonesia.

Abstrak. Dermatitis seboroik merupakan salah satu jenis penyakit infeksi dermal yang diakibatkan oleh pertumbuhan jamur Malassezia. menyebabkan kulit menjadi bersisik, berketombe dan berwarna kemerahan. Tea tree (Melauleca alternifolisa) oil memiliki kandungan terpinen-4-ol yang sebagai anti-bakteri dan anti-jamur, sehingga dapat digunakan sebagai obat topical untuk mengatasi infeksi jamur Malassezia serta menyembuhkan dermatitis seboroik. Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai efektivitas simplisia herbal Tea Tree Oil dalam proses penyembuhan infeksi dermal dermatitis seboroik.

 

Kata Kunci :  Dermatitis seboroik, Tea Tree oil (Melauleca alternifolisa), Infeksi Jamur Malassezia


PENDAHULUAN

Dewasa ini banyak individu yang tidak perhatian terhadap kesehatan  tubuhnya sendiri, salah satunya adalah bagian kulit. Secara awam penggunaan sampo atau produk kecantikan yang lain dianggap cukup untuk merawat kesehatan kulit, namun faktanya angka insidensi penyakit kulit di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak setelah infeksi saluran napas bagian atas akut dan hipertensi esensial. Salah satu penyakit kulit yang menempati urutan atas adalah Dermatitis Sebororik.

Dermatitis seboroik (DS) merupakan penyakit eritroskuamosa kronis, biasa ditemukan pada usia anak dan dewasa. Keadaan ini ditandai oleh kelainan kulit di area tubuh dengan banyak folikel sebasea dan kelenjar sebasea aktif, yaitu daerah wajah, kepala, telinga, badan bagian atas dan lipatan tubuh (inguinal, inframamae dan aksila). Kadang-kadang dapat juga mengenai daerah interskapular, umbilikus, perineum, dan anogenital.

Angka kejadian Dermatitis Seboroik di dunia cukup tinggi yaitu sekitar 3-5%. Berdasarkan prevalensi Dermatitis Seboroik di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta dari tahun 2000-2002 adalah sekitar 8,3%. Dermatitis Seboroik memiliki bentuk awal/permulaan berupa ketombe. Ketombe atau dandruff memiliki nama lain berupa pitiriasis furfurasea, pitiriasis simpleks kapitis atau seboroik kapitis.

Salah satu infeksi jamur yang dapat menyebabkan inflamasi adalah infeksi Pityrosporum ovale. Infeksi dari Pityrosporum ovale dianggap oleh Shuster (1984) sebagai penyebab primer ketombe karena membuktikan dari postulat Koch bahwa pertumbuhan Pityrosporum ovale di penderita ketombe mengalami peningkatan. Meskipun begitu hingga sekarang patogenesis dari Dermatitis Seboroik masih belum diketahui secara pasti walaupun menurut Fritsch (2008), kejadian Dermatitis Seboroik memiliki hubungan yang erat dengan produksi sebum yang berlebih dan adanya Malassezia.

  Gambar 1 Manifestasi Klinis Dermatitis Seboroik

PATOGENESIS

  Patogenesis DS masih belum diketahui dengan pasti, namun berhubungan erat dengan keberadaan jamur Malassezia, kelainan imunologis, aktivitas kelenjar sebasea dan kerentanan pasien. Jumlah sebum yang diproduksi bukan faktor utama pada kejadian DS. Permukaan kulit pasien DS kaya akan lipid trigliserida dan kolesterol, namun rendah asam lemak dan skualen. Flora normal kulit, yaitu Malassezia sp dan Propionibacterium acnes, memiliki enzim lipase yang aktif yang dapat mentransformasi trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas bersama dengan reactive oxygen species (ROS) bersifat antibakteri yang akan mengubah flora normal kulit. Perubahan flora normal, aktivasi lipase dan ROS akan menyebabkan dermatitis seboroik.

Ketombe adalah sel kulit yang terdapat di kepala mengelupas secara

berlebihan saat proses keratinisasi belum sempurna. Penyebab munculnya ketombe adalah terdapat jamur Malassezia restricta dan M. globosa. Malassezia (sebelumnya merupakan Pityrosporum) adalah ragi

penyebab infeksi kulit dan kulit kepala sehingga menyebabkan gatal. Pada kondisi hangat dan lembab serta kepadatan penduduk yang berlebihan dan kebersihan diri yang buruk sangat ideal untuk pertumbuhan Malassezia. Ketombe terjadi secara eksklusif pada kulit kepala dengan tingkat sebum yang tinggi (Potluri , et al., 2013).

Di bawah ini adalah alur yang menunjukkan peran Malassezia sp pada dermatitis seboroik. Koloni jamur mempunyai kemampuan untuk berproliferasi di permukaan kulit hingga menimbulkan reaksi inflamasi dan secara klinis nampak berupa skuama.

       Gambar 2 Alur Infeksi Jamur Malassezia sp.

Pengobatan medikamentosa untuk DS umumnya berupa obat antijamur, anti inflamasi, keratolitik, dan kalsineurin inhibitor. Laporan terbaru menyatakan penambahan pilihan pengobatan pada DS non skalp berupa obat yang mengandung bahan nonsteroid bersifat anti-inflamasi dan berkhasiat anti-jamur.

Salah satu alternative pengobatan herbal dermatitis seboroik adalah penggunaan minyak tumbuhan tea tree oil (Melaleuca alternifolia) Meski menyandang nama “tea”, tea tree oil tidaklah sama dengan tanaman teh yang biasa digunakan untuk membuat minuman.

Cara mengobati Dermatitis Seboroik adalah dengan cara menurunkan jumlah M. furfur dengan menggunakan senyawa yang memiliki aktivitas anti jamur, seperti tea tree oil (Hammeret al. 1997; Halcondan Milkus 2004). Tee tree oil mengandung beberapa senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba seperti terpinen-4-ol, γ-terpinene, α- terpinene dan 1,8-cineole, namun aktivitas terpinen-4-ol paling signifikan karena jumlahnya yang banyak

        Gambar 3 Perawakan Tea Tree Oil

Minyak esensial ini berasal dari tanaman Melaleuca alternifolia. Nama pohon teh (tea tree) diberikan oleh pelaut abad ke-18. Tepatnya, saat mereka membuat teh beraroma khas dari daun pohon yang tumbuh di pantai Australia bagian tenggara.

Seperti minyak esensial lainnya, tea tree oil telah digunakan sebagai obat selama ratusan tahun. Suku Aborigin di Australia menggunakan minyak alami ini untuk membersihkan luka dan mengobati infeksi. tea tree adalah minyak esensial yang memiliki fungsi antimikroba, anti-peradangan, dan antijamur. Karena itulah, minyak alami ini punya banyak manfaat kesehatan.

        Gambar 4 Bagian bunga tea tree yang sering digunakan sebagai sumber minyak

 

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penulisan

Penulisan artikel ini dilakukan pada tanggal 5 Januari 2021, di desa Iloheluma, Kab. Bone Bolango, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Metode Penulisan Artikel

Artikel ini ditulis dengan menggunakan metoda studi literature dan review beberapa jurnal yang berkaitan dengan materi yang diangkat oleh penulis. Setelah jurnal dan literature yang berkaitan telah didapatkan, maka penulis akan melakukan screening isi jurnal dan literatur kemudian melakukan analisis dan penyusunan artikel

Eksperimentasi Pengumpulan Data

Percobaan yang dilakukan dalam beberapa literature dan jurnal yang telah direview oleh penulis menunjukkan persentase 95% untuk percobaan yang telah dilakukan peneliti di dalam jurnal atau literature tersebut berbasis eksperimen dengan analisa data merujuk pada jenis campuran/mix (kualitatif-kuantitatif) deskriptif.

PEMBAHASAN

Introduksi Patofisiologi Dermatitis Seboroik

Gambar 5 Morfologi Jamur Malassezia

Kulit manusia akan mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Hal ini karena faktor AGE (Advanced Glycated End) dan penipisan lapisan lemak, sehingga menimbulkan efek bahan kimia dan mikroorganisme menjadi lebih mudah masuk serta menginfeksi. HSE melaporkan individu dengan usia diatas 40 tahun mulai mengalami proses penuaan kulit. Pada usia lanjut sering terjadi kegagalan pengobatan kulit yang menyebabkan paparan terhadap Dermatitis Seboroik menjadi lebih infektif.

Gambar 6 Dermatitis Seboroik Kronik

Stress akan menimbulkan banyak masalah kulit. Stress dapat timbul dari lama kerja yang lama sehingga tubuh akan lelah secara fisik dan psikis. Hal ini dikarenakan stress akan memicu tubuh untuk mensekresi hormone kortisol yang menyebabkan pelepasan glukosa pada darah meningkat serta penyempitan pembuluh darah arteri. Peningkatan glukosa darah akan meningkatkan viskositas darah. Viskositas darah yang meningkat ini membuat tubuh lebih prone untuk terkena masalah di kulit salah satunya menimbulkan status seboroik aktif. Departemen Dermatologi di George Washington University Medical Centre menyatakan bahwa tidak hanya stress emosional dan psikis yang menyebabkan kelainan kulit jauh lebih mudah namun, tekanan fisik dari berbagai macam hal juga turut berpengaruh besar (contoh: trauma berkali-kali, jatuh, terantuk, dan lain-lain).

Manifestasi klinis pada Bayi

Pada bayi dapat terjadi dari usia minggu pertama kelahiran hingga 3 bulan, dan kelainan berhubungan dengan waktu neonatus memproduksi sebum yang selanjutnya akan mengalami regresi hingga pubertas. Tempat predileksi adalah kulit kepala bagian vertex (cradle cap) berupa plak eritematosa disertai skuama kuning kecoklatan yang lekat dan menyebar ke seluruh bagian kulit kepala. Selain itu, juga terdapat krusta. Lesi dapat ditemukan di wajah, leher dan menyebar ke punggung serta ektremitas, berupa plak inflamasi di daerah intertrigo, yaitu aksila dan lipat paha. Lesi juga bisa didapatkan di area popok. Diagnosis banding perlu dipikirkan pada bayi dengan gejala dermatitis seboroik yang luas, harus dibedakan misalnya dengan dermatitis, atopik, antara lain dengan melakukan pemeriksaan penunjang misalnya immunoglobulin E total

Gambar 7 Gejala Klinis Dermatitis Seboroik pada balita,  Cradle cap akibat infeksi jamur Malassezia,

 

Manifestasi klinis pada dewasa

Pada orang dewasa DS bersifat kronis dan residif, terjadi Pada usia 30-60 dengan puncak di usia 40 tahunan. Pada kulit kepala umumnya tingkat keparahan DS sedang, skuama sedikit, kering, warna putih dan mudah lepas. Pada gejala yang lebih berat terdapat plak berasal dari skuama kering yang tebal kekuningan. Lesi dapat terlihat juga di wajah secara simetris yaitu di alis, dahi, kelopak mata atas, plika nasolabialis dan cuping hidung. Tempat lain yang sering terkena pada regio retroaurikularis, kanal auditori eksternal, aurikula dan conchae bowl. Gejala yang ditemukan berupa eritema dan gatal disertai rasa terbakar dan gatal ringan terutama di kulit kepala. Folikulitis pitirosporum juga dapat ditemukan di daerah seboroik. Biasanya dimulai saat remaja sebagai akibat respons aktivitas androgen yang meningkatkan produktivitas kelenjar sebasea. DS pada orang dewasa mengalami periode remisi dan eksaserbasasi. Pencetus kekambuhan DS umumnya akibat stres emosional, letih, depresi, perubahan suhu, higiene pribadi, pajanan matahari, perubahan pola makan, infeksi, obat dan berada di ruangan dingin cukup lama.

Pada pasien HIV-AIDS, DS umumnya parah dan cenderung sulit diatasi dengan terapi standar. Secara klinis dapat ditemukan erupsi di wajah berupa butterfly rash, menyerupai lesi sistemik lupus eritematosa. DS biasanya terjadi pada pasien dengan hitung CD4+ sebesar 200 – 500/mm3 dan dapat ditemukan sebagai manifestasi klinis pertama pada pasien HIV-AIDS.

Gambar 8 Dermatitis Seboroik parah pada orang dewasa

 

SIMPLISA BAHAN HERBAL PENGOBATAN  DERMATITIS SEBOROIK

Melaleuca /ˌmɛləˈljuːkə/ adalah sebuah genus dari sekitar 300 spesies tumbuhan dalam keluarga, Myrtaceae, yang umumnya dikenal sebagai paperbarks, honey-myrtles atau tea-trees (meskipun nama terakhirnya juga dipakai untuk menyebut spesies dari Leptospermum). Sebagian besar melaleuca adalah endemik di Australia, dengan beberapa spesies juga ditemukan di Malesia. Tujuh spesies adalah endemik Kaledonia Baru, dan satu spesies hanya ditemukan di Pulau Lord Howe (Australia).

Taksonomi Tea tree (Melauleca alternifolisa).

Kerajaan:

 

Plantae

(tanpa takson):

 

Angiospermae

(tanpa takson):

 

Eudikotil

(tanpa takson):

 

Rosids

Ordo:

 

Myrtales

Famili:

 

Myrtaceae

Subfamili:

 

Myrtoideae

Bangsa:

 

Melaleuceae

Genus:

 

Melaleuca
L. nom. cons.

Gambar 9 Spesies Melauleca sp. Dengan tingkat kekerabatan beragam.

 

Kandungan Tea Tree Oil

Tea tree oil memiliki kandungan utama terpinen-4-ol (37,7%), γ- terpinen (21,25%), α-terpinen (10.5%), dan terpinolen (3.65%) (Ninomiya, 2013). Tahun 1985 standart kandungan tea tree oil ditetapkan di Australia, kemudian pada tahun 1996 ditetapkan sebagai standart internasional. Standart tersebut menyebutkan bahwa kandungan terpinen-4-ol tea tree oil 30% atau lebih dan maksimal 15% cineol

Table 1 Kandungan Tanaman (Melauleca alternifolisa)

Khasiat Tea Tree Oil

Tea tree oil sudah diketahui memiliki manfaat untuk kesehatan, yaitu antibakteri, antiseptik, analgesik, antiinflamasi, insektisidal, anti kanker dengan hasil yang sangat menarik dan memiliki potensi untuk dikembangkan kembali (Campli et al, 2012 dan Li et al., 2013). Penelitian terbaru menunjukkan efektivitas tea tree oil untuk melawan parasit protozoa seperti Leishmania major, tapi tidak untuk parasit nematoda (Rincón et al., 2014).

Penelitian mengatakan tea tree oil mempunyai aktivitas spesifik dalam penggunaan topikal, seperti untuk terapi jerawat, luka bakar dan infeksi kulit lainnya. Oleh karena itu, manfaatnya yang luas dibidang farmasi dan kosmetik sudah dipertimbangkan (Ramadass & Thiagarajan, 2015).

ALTERNATIF PENGOBATAN DERMATITIS SEBOROIK MENGGUNAKAN SIMPLISIA HERBAL Tea Tree Oil (Melauleca alternifolisa)

Penatalaksanaan ketombe dilakukan secara tekun dan konsisten. Keberhasilan pengobatan pada ketombe ditentukan oleh kebersihan rambut dan kulit kepala, serta keteraturan dan kepatuhan dalam menjalankan perawatan dan pola hidup yang baik. Sediaan anti ketombe yang paling sering digunakan biasanya disajikan dalam bentuk sampo, namun bentuk sediaan lain seperti hair cream bath dan tonik yang terfokus untuk masalah ketombe sudah menjadi alternatif maupun produk tambahan dalam perawatan rambut berketombe.

Sangat sedikit studi klinis yang mempertimbangkan sampo berbasis herbal untuk pengobatan ketombe. Namun, sampo berbasis herbal yang mengandung zat anti jamur telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi untuk perawatan ketombe.

Menurut para ahli, bahan-bahan kimia yang terkandung didalam sampo berbasis kimia bersifat keras dan menanggalkan semua lapisan pelindung alami rambut sehingga membuat rambut semakin rentan terhadap kerusakan oleh polusi lingkungan seperti sinar UV matahari dan kotoran, kulit kepala kering dan gatal, rambut bercabang dan rontok berlebihan, dan bahkan mengalami penuaan dini seperti rambut beruban. Untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah tersebut, beralih menggunakan sampo berbasis herbal merupakan langkah baik

Selama beberapa tahun terakhir, penggunaan produk alami dalam kosmetik mulai digunakan dan digemari kembali karena hal tersebut dipercaya bahwa produk alami aman dan bebas dari efek samping. Berbagai macam zat aktif dari herbal seperti vitamin, hormon, fitohormon, bioflavonoid, enzim, asam tannin, asam buah, asam amino, gula, glikosida, dan minyak esensial dianggap bermanfaat dalam formulasi kosmetik sampo. Bahan alami herbal dapat digunakan dalam bentuk mentah, diekstraksi, dimurnikan, atau diderivatisasi

Ada banyak sekali tumbuhan yang dilaporkan memiliki efek menguntungkan pada rambut dan biasa digunakan dalam formulasi sampo, salh satu contohnya adalah tea tree oil. Minyak pohon teh (tea tree oil)  Tea tree oil (Melaleuca alternifolia) adalah antiseptik yang sangat banyak digunakan untuk perawatan kulit. Bahan ini memiliki zat desinfektan khusus yang dapat menembus lapisan luar kulit kepala, mengurangi iritasi, dan membuat kulit kepala menjadi lebih sehat.

Dermatitis seboroik atau lebih dikenal sebagai ketombe adalah salah satu masalah kulit kepala yang paling umum. Kondisi tersebut menyebabkan kulit kepala bersisik, muncul serpihan-serpihan kulit berwarna putih, bercak berminyak, dan kemerahan di kulit kepala. Hingga kini, para ahli tidak yakin mengapa beberapa orang memiliki ketombe, sementara lainnya tidak.  Namun, ahli menduga, peningkatan kepekaan seseorang terhadap sejenis jamur, yang disebut Malassezia yang secara alami ditemukan di kulit kepala, bisa berpengaruh.

Gambar 10 Ekstrak Minyak Tea Tree Oil (Melaleuca alterniflia)

EFEKTIVITAS Tea Tree Oil TERHADAP PENYEMBUHAN DERMATITIS SEBOROIK

Berdasarkan teori diatas, sifat antijamur alami tea tree oil menjadikannya pilihan yang baik untuk mengobati kondisi kulit kepala akibat jamur, seperti ketombe. Sebuah studi klinis tampaknya mendukung teori tersebut. Pada studi tersebut, ada kelompok peserta yang menggunakan sampo yang mengandung 5 persen minyak pohon teh, sementara lainnya tidak.  Peserta yang menggunakan sampo alami penurunan ketombe 41 persen setelah empat minggu penggunaan sehari-hari.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan review jurnal dan literature, penulis dapat menyimpulkan bahwa simplisia herbal Tea Tree Oil (Melaleuca alternifloia) memiliki efek yang nyata dalam penyembuhan dan prevensi penyakit infeksi Dermatitis seboroik, dengan penggunaan berkala optimal selama 4 minggu sebagai obat anti-topikal atau dalam bentuk shampoo berbasis herbal. Aktivitas senyawa terpinen-4-ol berperan aktif dalam menekan pertumbuhan mikroflora normal oportunis jamur Mallasezia, sehingga mencegah atau melakukan prevensi infeksi dermal kulit terutama pada bagian kepala menjadi dermatitis seboroik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting. Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill Book, Co;2012.p. 259-66.

2. Schwarts RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: An overview.Am Fam Phys. 2006;74:125-30.

3. Barbareschi M, Benardon S, Veraldi S. Role of the laboratory. Dalam: Micalli G, Veraldi S, penyunting. Seborrheic Dermatitis. Gurgaon: MacmillanMedical Communications; 2015. p. 29-30.

4. Gupta A, Bluhm R, Cooper EA, Summerbell RC, Batra R. Seborrheic dermatitis. Dermatol Clin. 2003;21:401-12.

5. Data kunjungan Poliklinik Kulit dan Kelamin Divisi Dermatologi Umum RSCM. Jakarta: RSCM; 2014.

6. Peyri J, Lleonart M. Clinical and therapeutic profi le and quality of life of patients with seborrheic dermatitis. Actas Dermosifi liogr. 2007;98:476–82.

7. Cheong WK, Yeung CK, Torsekar RG, Suh DH, Ungpakorn R, Widaty S, dkk. Treatment of seborrhoeic dermatitis in Asia: A consensus guide. Skin Appendage Disord. 2015;1:187-96.

8. Schwartz J, DeAngelis YM, Dawson Jr TL. Dandruff and seborrheic dermatitis: a head scratcher. Dalam: Evans T, Wickett R, penyunting. Practical Modern Hair Science. Edisi ke-1. Illinois: Allured Pub; 2012. p.389–413.

9. Golderberg G. Optimizing treatment approaches in seborrheic dermatitis. J ClinAesthet Dermatol. 2013;(6):44–9.

10. Schwartz J, Cardin CW, De Angelis YM, Dawson Jr T. Dandruff and seborrheic dermatitis. Dalam: Baran R, Maibach H, penyunting. Textbook of Cosmetic Dermatology. Edisi ke-4. London: Informa; 2010. p.230–9.

11. Micali G, DallÓglio F, Tedeschi A. Treatment of seborrheic dermatitis of the face with Sebclair. Dalam: Micali G, Veraldi G, penyunting. Seborrheic Dermatitis. Gurgaon:Macmillan; 2015.h. 67-9

12. Del Rosso J. Adult Seborrheic Dermatitis : A status report on practical topical management. J ClinAesthet Dermatol. 2011; 4: 32–8.

13. Gustafson CJ, Davis SA, Feldman SR. Complete approaches to seborrheic dermatitis. The Dermatologist. 2012;20(6) Suppl:1-3.

14. Turlier V, Viode C, Durbtise E, Bacquey A, Lejeune O, Oliveira Soares R, dkk. Clinical and biochemical assessment of maintenance treatment in chronic recurrent seborrheic dermatitis: randomized controlled study. Dermatol Ther (Heidelb). 2014;4:43-59.

15. DallÓglio F, Tedeschi A, Verzi AE, Micali G. Cosmetological approach. Dalam: Micali G, Veraldi G, penyunting. Seborrheic Dermatitis. Gurgaon: Macmillan; 2015. p.57-9.

16. Hurlow J, Bliss DZ. Dry skin in older adults. Geriatr Nurs. 2011;32:257- 62.

17. Flynn Tc, Petros J, Clark RE, Viehman GE. Dry Skin and Moisturizers. Clinics in Dermatology. 2001;19:387-392.

18. Draelos ZD. Modern moisturizer myths, misconception, and truths. Cutis. 2013;91:308-14

19. Baumann L. Cosmetics and skin care in dermatology. Dalam: Goldmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mcgraw Hill; 2012. p.3009-12.

20. Ionescu MA, Baroni A, Brambililla A. Double blind clinical trial in a series of 115 patients with seborrheic dermatitis: prevention of relapses using topical modulator of Toll like receptor 2. G Ital Dermatol Venereol. 2011;146(3):185-9.

21. Attarzadeh Y, Asilian A, Shahmoradi Z, Adibi N. Comparing the effi cacy of Emu oil with clotrimazole and hydrocortisone in the treatment of seborrheic dermatitis: a clinical trial. J ResMed Sci. 2013;18(6):477-81.

22. Schlesinger T, Powell CR. Effi cacy and safety of a low molecular weight hyaluronic acid topical gel in the treatment of facial seborrheic dermatitis fi nal report. J Clin Aesthet Dermatol. 2014;7:15-8.

23. Dreno B, Chosidow O, Revuz J, Moyse D, The Study Investigator Group. Lithium gluconate 8% vs ketoconazole 2% in the treatment of seborrhoeic dermatitis : a multicentre, randomized study. Br J Dermatol. 2003;148:1230-6.

24. Dreno B, Moyse D. Lithium gluconate in the treatment of seborrheic dermatitis: a multicenter, randomised, double blind study versus placebo. Eur J Dermatol. 2002;12:549-52.

25. Fabbrocini G, Cantelli M, Monfrecola G. Topical nicotinamide for seborrheic dermatitis: an open randomized study. J Dermato Treat. 2014;25:241-5.

26. Faergemann J. Propylene glycol in the treatment of seborrheic dermatitis of the scalp: a double-blind study. Cutis. 1988;42:69-71.

27. Diehl C, Ferrari A. Efficacy of topical 4% Quassia amara gel in facial seborrheic dermatitis: a randomized, double-blind, comparative study. J Drugs Dermatol. 2013;12:312-5.

28. Nenoff P, Haustein UF, Fiedler A. The antifungal activity of a coal tar gel onMalassezia furfur in vitro. Dermatology. 1995;191:311-4.

29. Paghdal KV, Schwartz RA. Topical tar: back to the future. J am Acad Dermatol. 2009;61:294-302.

30. ArnoldWP. Tar. Clin Dermatol. 1997;15:739-44.

31. Wright MC, Hevert E, Rozman T. In vitro comparison of antifungal effects of a coal tar gel and ketokonazole gel on Malassezia furfur. Mycoses.1993;36:207-10.

32. Brodell RT, Cooper KD. Comprehensive dermatologic drug therapy. Therapeutic shampoo. Philadelphia:WB SaundersCompany; 2001. p.647-58.

33. Carson CF, Hammer KA, Riley TV. Tea Tree Oil: A review of antimicrobial and other medicinal properties. Clin Microbiol Rev. 2006;19:50-62.

34. SatchellAC, SaurajenA, Bell C, Barnetson RS. Treatment of dandruff with 5% tea tree oil shampoo. JAmAcad Dermatol. 2002;47:852-5.

35. Hammer KA, Carson CF, Riley TV, Nielsen JB. Areview of the toxicity of Melaleuca alternifolia (tea tree) oil. Food ChemToxicol. 2006;44:616-25.

36. Henley DV, Lipson N, Korach KS, Bloch CA. Prepurbetal gynecomastia linked to lavender and tea tree oils. N Engl JMed. 2007; 356:479-85.

37. Naldi L. Seborrheic dermatitis. Clin Evid. 2010;12:1713.

38. Feily A, Namazi MR. Aloe vera in dermatology: a brief review. G Ital Dermatol Venereol. 2009;144:85-91.\

39. Squire RA, Goode K. A randomized, single-blind, single-centre clinical trial to evaluate comparative clinical efficacy of shampoos containing cicroplox olamine (1.5%) and salicylic acid (3%), or ketokonazol (2% nizoral) for the treatment of dandruff/seborrheic dermatitis. J Dermatol Treat. 2002;13:51-60.

40. Scwartz RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis:An overview. Am Fam Physician. 2006;74:125-30

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

                       

 

 

 

Komentar