Polusi & Solusi Sampah Plastik di Danau Limboto

Danau Limboto merupakan salah satu wilayah terbuka bagi publik, yang berada di di Desa Timuato, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo. Statusnya sebagai wilayah terbuka bagi publik tersebut menyebabkan tingginya ancaman keanekaragaman hayati di danau limboto. Faktor-faktor seperti perubahan lanskap danau, pemburu burung liar yang menggunakan senjata api ketika berburu, dan masalah sampah plastik menyebabkan perubahan drastis dan menyebabkan tingginya ancaman rusaknya habitat dan hilangnya keanekaragaman hayati di Danau Limboto. 

 
Pemandangan Danau Limboto di pagi hari. Eceng gondok telah menyelimuti Danau Limboto hingga 70 persen. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

Danau Limboto merupakan salah satu dari dua danau endapan di sulawesi yang kaya akan substrat organik sehingga menunjang banyak kehidupan satwa dan tumbuhan. Melansir situs www.mongabay.co.id, Hanom Bashari, seorang pegiat lingkungan di organisasi Perkumpulan Biota mengatakan "Keanekaragaman hayati di Danau Limboto sangat tinggi sehingga habitatnya harus dijaga". Menurut Danny Regi, seorang pegiat lingkungan yang berasal dari perkumpulan Biota, menjelaskan bahwa posisi gorontalo yang berada di jalur East Asia-Australia Fly Way membuat banyak burung migran yang singgah ke gorontalo. Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kunjungan burung migran. Sebelumnya, hanya ditemukan 10-14 jenis, lalu teridentifikasi sekitar 36 jenis. Pengamatan dan pendataan burung penetap dan migran telah dilakukan sejak 2014.

Perkumpulan Biota mencatat, rentang 2014-2018, ada 94 jenis burung penetap dan pendatang. “65 persen spesies adalah penetap, sisanya pengunjung dan kategori pengunjung juga penetap,” ujar Hanom Bashari, pegiat lingkungan di Perkumpulan Biota. Menurutnya, burung yang bermigrasi datang dari belahan Bumi utara maupun selatan ke wilayah tropis, termasuk Sulawesi. Burung-burung ini ada yang hanya singgah mencari makan lalu pulang, namun sebagian menetap sementara waktu karena melimpahnya makanan.

Dari jumlah 94 spesies tersebut, berdasarkan status konservasi IUCN [International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources] terdapat 87 spesies “Berisiko Rendah” atau Least Concern. Sisanya, berstatus “Hampir Terancam” atau Near Threatened

 Mandar kelam di Danau Limboto. Foto: Idham Ali/Gorontalo Wildlife Fotography

Namun,  hal tersebut sangat disayangkan. Sebab, ketika burung-burung tersebut singgah ke Danau Limboto, justru terpapar banyak sampah plastik yang mengambang di atas perairan maupun yang berada di pinggiran danau. Melansir situs WMBD (World Migratory Bird Day), dijelaskan bahwa sampah plastik menjadi tema besar karena berdampak buruk bagi burung bermigrasi dan habitatnya. kematian burung dengan perut penuh plastik hingga terjerat jaring berbahan plastik merupakan ancaman yang nyata.

Image result for burung dan sampah plastik 
Burung Albatros yang perutnya penuh dengan sampah. sumber: Merdeka.com

Salah satu contoh yang dapat kita temui secara nyata dapat kita amati pada gambar diatas. Perilaku burung yang hanya mengandalkan naluri dalam proses pencarian makanan menyebabkan burung jenis Albatros mati akibat sampah yang menumpuk didalam perutnya. Melansir www.mongabay.co.id, tekstur dan bau plastik hampir sama dengan mangsa alami burung laut tersebut bahan plastik yang terbilang ringan menyebabkan sampah tersebut dapat mengambang di atas air, menyebabkan burung laut jenis ini mengganggap bahwa plastik tersebut merupakan mangsanya. 

Image result for sampah plastik pada organ internal hewan
 
Penyu yang sedang memakan plastik. sumber: lifestyle.okezone.com
 

Plastik dapat menyebabkan pendarahan pada organ internal hewan dan juga dapat memberikan sensasi lapar kronis, maupun kenyang secara berkepanjangan pada hewan. Sampah plastik merupakan ancaman nyata yang sudah tidak bisa dianggap ringan, apabila masalah ini berkepanjangan, maka separuh populasi hewan laut maupun darat akan mengalami kepunahan, melansir www.mongabay.co.id, penelitian yang dilakukan terkait urgensi sampah plastik menimbulkan konklusi bahwasanya proporsi burung laut akan mengalami kematian akan sampah plastik hingga 99% pada tahun 2050.

 
Perayaan Hari Burung Migran Sedunia di Gorontalo dengan masyarakat di pinggiran Danau Limboto, 4 Mei 2019. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

Sudah banyak solusi yang diberikan oleh pemerintah mengenai masalah lingkungan ini. misalnya saja adanya surat edaran dari pemerintah kabupaten tentang pengurangan penggunaan tas kresek/plastik ketika berbelanja dan menggunakan tas anyaman maupun daur ulang, program pengolahan sampah melalui kegiatan pemilahan sampah plastik maupun non-plastik yang dapat berpotensi menjadi bisnis, serta pengawasan oleh kelompok dasawisma yang telah diberi titah oleh pemerintah dalam pengelolaan sampah  di tiap daerah. Namun, hal tersebut ternyata belum efektif dalam menanggulangi permasalahan ini. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan kemauan masyarakat dalam mengubah pola sikap mereka. Menurut Syaiful Kiraman, Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gorontalo, "yang patut kita ubah adalah bagaimana mengubah mindset masyarakat mengenai hal ini, bagaimana cara mengubah mindset bahwa pengelolaan sampah merupakan suatu kebutuhan, dengan cara memulai dari diri setiap individu". www.mongabay.co.id



Komentar

Postingan Populer